Kamis, 31 Maret 2011

English first

How Roman Roads were Built

The system of roads for mobility has been begun early decades. It was started since the Roman Empire conquered the world. The roads in Roman era were known as the best construction.

The Romans built roads are for the purpose of mobility, especially for the army. Having the best road, the army could march from one place to another. They built the roads as straight as possible, so that the army could take the shortest route.

It is interesting to know how the roads were built, which some of them are still in use today. First, the Romans builders would clear the ground of rocks and trees. Then they dug a trench where the road was to go and filled it with big stones. Next, they put in big stones, pebbles, cement and sand which they packed down to make a firm base. After that, they added another layer of cement mixed with broken tiles. On top of that rough construction, then they put paving stones to make the flat surface. These stones were cut so that they fitted together tightly. As the finishing touch, kerb stones were put at each sides of the road to hold in the paving stones. It was also used to make a channel for the water to run away.

(Partly taken from: www.teachingideas.co.uk)

memakai pakaian merupakan sesuatu yang indah

Bismillah,

Artikel ini berawal dari sebuah sms yg masuk ke inbox saya. Isi sms-nya lebih kurang menanyakan, bagaimana hukumnya membuat baju yg ada tulisan/ayat Al Qur’an?

Sebuah pertanyaan yg menarik, terlebih sang penanya, mas Febri, adalah seorang pengusaha pakaian yg bernuansa Islam. Nampak sekali beliau sangat berhati-hati dalam menjalankan usahanya.

Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya, tidak ada hukum ‘resmi’ yg dikeluarkan oleh para ulama mengenai hal ini. Namun jika merujuk ke beberapa contoh yg saya ketahui, boleh-boleh saja membuat baju yg ada ayat Al Qur’an. Hanya saja, meski hal ini boleh tapi ada beberapa hal yg mesti diperhatikan:

1. Pastikan kualitas tulisannya cukup baik.
Hal ini perlu diperhatikan dg baik, karena jika terjadi ‘kerusakan’ pada ayat yg ditulis, terlebih dalam tulisan Arab, maka bisa terjadi perubahan arti. Katakanlah ada ayat yg mengandung huruf tsa’. Seperti kita ketahui, ada 3 titik pada huruf tsa’. Jika ada 1 titik yg terhapus (entah karena cucian ataupun sebab lain) otomatis huruf tsa’ tersebut akan berubah menjadi huruf ta’. Dan ini jelas akan menimbulkan salah ayat dan makna!

2. Berhati-hati saat mencuci.
Poin ini ada kaitannya dengan poin 1 di atas. Kecerobohan dalam mencuci bisa ‘mengganti’ huruf (walau tidak sengaja).

3. Penggunaan baju itu sendiri.
Jika baju sering dipakai, terlebih ke tempat2 yg berdebu/kotor, otomatis akan ‘mengotori’ ayat Al Qur’an yg dicetak di baju tersebut. Secara tidak langsung, menurut saya, ini berarti mengotori ayat2 Al Qur’an (secara fisik). Bagaimana jika ada najis yg menempel? Kini, mari kita tanya ke diri kita, relakah kita jika ayat2 Al Qur’an tersebut kotor? ;-)

4. Baju usang.
Katakanlah baju tersebut dipakai dan dirawat dg baik. Jika dia usang, apa yg akan kita lakukan? Menjadikannya lap pel? Atau menjadi lap utk cuci kendaraan? Masya ALLOH. Bisa jadi hal tersebut terjadi, terutama jika pembantu/orang tersebut tidak mengerti.

Saya sebenarnya sangat mendukung jika ada baju yg bertuliskan ayat Al Qur’an. Dengan demikian, kita melakukan dakwah (secara ayat) kepada orang lain. Namun, mengingat poin2 di atas, terutama poin 3, saya merasa tidak sreg.

Hal yg sama berlaku utk hadits.

Jika ayat tersebut ditulis dalam bahasa Indonesia (terjemahan ayat), menurut saya masih bisa ditolerir, insya ALLOH, selama masih merujuk kepada poin2 di atas.

Semoga artikel ini bermanfaat.

memakai pakaian merupakan sesuatu yang indah

Iman memiliki banyak cabang, salah satunya adalah sifat malu. Dalam berbagai hadits disebutkan diantara syarat-syarat orang beriman,misalnya,“Barangsiapa beriman kepada ALLOH dan hari kiamat, hendaknya menghormati tetangganya.” Maka orang yg beriman malu utk melakukan tindakan yg merugikan tetangganya, menyakiti tetangganya, dsb.

Rasululloh SAW sendiri bersabda,”Iman itu mempunyai 60 lebih cabang, dan malu merupakan cabang (bagian) dari iman.” (HR Bukhari)

Iman dan malu ibarat 2 sejoli yg tdk dpt dipisahkan, jika salah satu tiada maka yg lain juga tiada. “Sesungguhnya malu dan iman itu selalu berbarengan, apabila salah satu diantaranya dihilangkan (diangkat) maka yang lainnyapun akan hilang.” (HR. Imam Hakim dan Ibnu Umar).

Jika iman lenyap dari para penyelenggara negara, maka kasus suap menyuap akan terjadi. Dan masih banyak perilaku2 memalukan lainnya jika iman sudah lenyap dari dalam hati seseorang.

Orang mukmin akan malu pada ALLOH SWT, sehingga dia akan selalu berusaha memelihara kepala dan apa yg ada di dalamnya (pikirannya dari hal2 negatif yg akan merugikan orang lain). Dia juga akan memelihara perutnya dari makanan minuman yg diharamkan ALLOH SWT. Juga akan memelihara hati dari sifat2 yg merugikan seperti iri, dengki, dan penyakit hati lainnya.

Orang mukmin juga mesti malu dg malaikat, terutama Raqib dan Atid, sehingga akan selalu berusaha berbuat lebih banyak kebaikan. Rasululloh SAW bersabda,“Hendaknya kalian merasa malu kepada ALLOH dengan sebaik-baik rasa malu”. Para shahabat berkata, “Ya Rasululloh, alhamdulillah, kami semua malu kepada-Nya”. Beliau Saw menimpali, “Bukan demikian, tetapi jika kita benar-benar merasa malu kepada ALLOH, hendaknya kepala dan semua yang ada dalam kepala itu (termasuk mulut, mata dll), hendaknya menjaga perut dan sekitarnya dari segala yang dilarang, selalulah mengingat kematian dan masa kehancuran. Dan barangsiapa menginginkan akhirat, hendaknya dia tinggalkan hiasan dunia”. (HR. At- Turmudzi).

ALLOH SWT juga berfirman,“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yg dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, satu duduk di sebelah kanan dan yg lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yg diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yg selalu hadir.” (Qaaf:16-18)

Rasa malu akan mempengaruhi sikap dan sifat manusia dalam menjalani kehidupan ini. Mereka akan lebih berhati-hati dalam bertindak, apakah perbuatan mereka melanggar aturan ALLOH SWT atau tidak. Rasululloh SAW bersabda,“Sesungguhnya di antara perkataan nubuwah pertama yang diketahui manusia adalah: Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)

Orang yg mempunyai sifat malu tidak akan melakukan tindakan yg merugikan diri sendiri atau orang lain. “Rasa malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga kita termasuk orang yg memiliki rasa malu terhadap ALLOH SWT, malaikat, dan manusia.

Pidato- tugas Umi Zubaed

Iman memiliki banyak cabang, salah satunya adalah sifat malu. Dalam berbagai hadits disebutkan diantara syarat-syarat orang beriman,misalnya,“Barangsiapa beriman kepada ALLOH dan hari kiamat, hendaknya menghormati tetangganya.” Maka orang yg beriman malu utk melakukan tindakan yg merugikan tetangganya, menyakiti tetangganya, dsb.

Rasululloh SAW sendiri bersabda,”Iman itu mempunyai 60 lebih cabang, dan malu merupakan cabang (bagian) dari iman.” (HR Bukhari)

Iman dan malu ibarat 2 sejoli yg tdk dpt dipisahkan, jika salah satu tiada maka yg lain juga tiada. “Sesungguhnya malu dan iman itu selalu berbarengan, apabila salah satu diantaranya dihilangkan (diangkat) maka yang lainnyapun akan hilang.” (HR. Imam Hakim dan Ibnu Umar).

Jika iman lenyap dari para penyelenggara negara, maka kasus suap menyuap akan terjadi. Dan masih banyak perilaku2 memalukan lainnya jika iman sudah lenyap dari dalam hati seseorang.

Orang mukmin akan malu pada ALLOH SWT, sehingga dia akan selalu berusaha memelihara kepala dan apa yg ada di dalamnya (pikirannya dari hal2 negatif yg akan merugikan orang lain). Dia juga akan memelihara perutnya dari makanan minuman yg diharamkan ALLOH SWT. Juga akan memelihara hati dari sifat2 yg merugikan seperti iri, dengki, dan penyakit hati lainnya.

Orang mukmin juga mesti malu dg malaikat, terutama Raqib dan Atid, sehingga akan selalu berusaha berbuat lebih banyak kebaikan. Rasululloh SAW bersabda,“Hendaknya kalian merasa malu kepada ALLOH dengan sebaik-baik rasa malu”. Para shahabat berkata, “Ya Rasululloh, alhamdulillah, kami semua malu kepada-Nya”. Beliau Saw menimpali, “Bukan demikian, tetapi jika kita benar-benar merasa malu kepada ALLOH, hendaknya kepala dan semua yang ada dalam kepala itu (termasuk mulut, mata dll), hendaknya menjaga perut dan sekitarnya dari segala yang dilarang, selalulah mengingat kematian dan masa kehancuran. Dan barangsiapa menginginkan akhirat, hendaknya dia tinggalkan hiasan dunia”. (HR. At- Turmudzi).

ALLOH SWT juga berfirman,“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yg dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, satu duduk di sebelah kanan dan yg lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yg diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yg selalu hadir.” (Qaaf:16-18)

Rasa malu akan mempengaruhi sikap dan sifat manusia dalam menjalani kehidupan ini. Mereka akan lebih berhati-hati dalam bertindak, apakah perbuatan mereka melanggar aturan ALLOH SWT atau tidak. Rasululloh SAW bersabda,“Sesungguhnya di antara perkataan nubuwah pertama yang diketahui manusia adalah: Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)

Orang yg mempunyai sifat malu tidak akan melakukan tindakan yg merugikan diri sendiri atau orang lain. “Rasa malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga kita termasuk orang yg memiliki rasa malu terhadap ALLOH SWT, malaikat, dan manusia.

Rabu, 28 Juli 2010

muslimah sejati

aku seorang muslimah yang selalu ta'at kepada ajaran agama.
hidup ku selalu diatur oleh syariat Islam.
kapan pun dan dimanapun aku berada,
aku selalu ingat sama Allah.